often in the mist of our success, we tend to be blur, unintentionally we didn't walk all the talk that we believe before, all the principle that has made us to the top. we fought the battle to beat the fool arrogant in us, yet we have becomes one. its a tragedy to human's soul.
everybody wants to win, be successful and sit on top of the world. the basic question, is that what we want for ourself and for the people that we love? are we still what we were? what we believe we are? or we just being part of the whole system?
most of the us has been trained on how to handle defeat and lose all our life, not many people know how to handle success because they feel handling success is easier than dealing with hardness and difficulties. even the truth is vice versa. or maybe because we thought whenever we succeed we don't have to live in fear and sad anymore..
life is path to success, is it true that we harvest our real success only after we die. then how to handle pre-death success? to my perspective, the next biggest challenge for human is dealing with success, after the struggling to succeed. thats why theres only few guys living in success, even the one who we think has success in this world live in suffer and sorrow.
Haruskah kita rasa bersalah? Bersalah untuk menikmati hidup kita yang tenang dan makmur? dengan segala yang Tuhan kurniakan kepada kita? sedangkan ada org lain hidup dalam kesusahan dan penderitaan? sedang ada orang lain menggadaikan nyawanya dan melacur jiwanya utk sekepal nasi dan setitis ketenangan? sesungguhnya dugaan Tuhan terhadap kesenangan dan kemewahan itu sangat besar.
ada yang terhanyut dalam gemerlap lampu kemewahan yg menyinarinya, dan tak kurang pula yang terlemas dalam ombak kesengsaraan diri orang lain. dari arah mana kita melihatnya tetap sahaja kesedihan dan ketakutan menguliti hidup kita. sedih kerna tak dapat lebih membantu, takut kita jadi seperti mereka. begitukah kita mahu menjalani hidup kita?
secara umumnya, bila kita dalam kesusahan, kita diajar untuk sabar dan berusaha, tekun dalam menjalani dan mengerjakan sesuatu, dan tetap fokus dengan apa yang mahu kita capai. setelah kita berjaya, maka nikmatilah kejayaan. di sini bermula konflik jiwa manusia, bagaimana menikmati kejayaan yang kita usahakan? bagaimana menikmati buah hasil atas setiap keringat yang mengalir dan keperitan yang kita tabahi dalam perjalananannya?
salah seorang temanku terobsesi dengan gunung, berpendapat bahawa menjalani hidup sama seperti mendaki gunung. kita bermula dari lembah, meredah belukar dan menelusuri sungai, kita juga akan bertemu dengan segala bentuk rintangan, duri ranjau flora dan berbagai kerenah fauna. ada yang harus kita hadapi dan ada yg harus kita elakkan, bertemu dengan jalan buntu dan sesat, mencari jalan alternatif, berpatah balik atau menempuhnya juga.
semakin kita naik ke atas, tumbuhan dan haiwan sekeliling kita juga berlainan spesis. ada yang mendapat jalan yang mudah, ramai pula yang terpaksa lebih gigih, kuat dan tabah mendaki jurang yang mencerun. kita semakin berhati2, semakin kurang tempat yang sesuai utk bermalam. semakin susah dan payah untuk didaki, pun begitu kerna puncak yang kita ketahui semakin dekat, memberi kita suatu semangat dan kekuatan dalam diri kita, memadamkan kepenatan dan keputusasaan kita.
berjaya tiba dipuncak, kita merasa suatu keseronokan yang tak terhingga. perasaan bahagia dan damai menyelimuti kita. kita melihat kebawah dan mengimbau segala perjalanan kita yang terasa berbaloi dengan kenikmatan yang kita dapat. kita berehat dan menikmati situasi nyaman itu buat seketika. kemudian kita berfikir bagaimana untuk turun semula. tapi kali ini kita lebih optimis dari waktu kita dibawah melihat ke atas. kita seakan tahu dan bersedia untuk menuruninya. begitu pula kita seakan tahu, sedia dan yakin untuk mendakinya sekali lagi.
persoalannya mengapa kita mahu turun dari gunung itu setelah bersusah payah kita mendakinya? dan mengapa pula kita sanggup bersusah payah sekali lagi untuk mendakinya? itulah hidup, kata temanku.
Post a Comment